Pengarang Menuturkan Cerita Dirinya Sendiri dengan Pelaku ‘Aku’ atau Orang Pertama Tunggal atau Jamak

Dalam penulisan sastra, gaya penuturan sebuah cerita adalah salah satu elemen paling penting yang menentukan bagaimana cerita diterima dan dipahami oleh pembaca. Salah satu gaya penuturan yang umum digunakan oleh pengarang adalah penuturan cerita dengan pelaku ‘aku’ atau menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal atau jamak. Jenis gaya penuturan ini memiliki keunikan dan tantangannya sendiri.

Penggunaan ‘Aku’ atau Orang Pertama Tunggal

Dalam penulisan gaya ini, pengarang menuturkan cerita dari sudut pandang karakter utama (biasanya protagonis) dan menunjukkan peristiwa melalui persepsi dan pengalaman karakter tersebut. Penggunaan ‘aku’ atau orang pertama tunggal ini memungkinkan pembaca untuk langsung terhubung dengan pemikiran, perasaan, dan persepsi karakter tersebut. Ini memberikan sudut pandang yang lebih intim dan personal dalam cerita, sementara juga memungkinkan pengarang untuk mengeksplorasi dengan lebih dalam pikiran dan perasaan karakter tersebut.

Orang Pertama Jamak

Di sisi lain, penggunaan ‘kami’ atau orang pertama jamak adalah metode yang lebih jarang digunakan, namun bisa sangat efektif jika diaplikasikan dengan tepat. Dalam gaya ini, pengarang menuturkan cerita dari sudut pandang sekelompok orang atau komunitas. Ini memungkinkan pembaca untuk memahami peristiwa dari berbagai sudut pandang yang berbeda, dan memberikan pandangan yang lebih luas dari dunia cerita.

Kelebihan dan Kekurangan

Gaya cerita orang pertama baik tunggal atau jamak, memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain memungkinkan pembaca untuk merasakan pengalaman langsung dari karakter, menghidupkan cerita dengan sudut pandang yang unik, dan memberikan dimensi psikologis yang lebih dalam pada karakter dan cerita.

Namun, ada juga sejumlah kekurangan. Gaya ini bisa membatasi pengetahuan dan persepsi pembaca hanya pada apa yang diketahui atau dirasakan oleh karakter ‘aku’ atau ‘kami’. Selain itu, penggunaan ‘aku’ atau ‘kami’ dapat juga mengurangi obyektifitas cerita.

Dengan memahami gaya penuturan ini, pengarang dapat memilih metode yang paling sesuai dengan tujuan cerita mereka dan pembaca dapat lebih memahami cara penuturan cerita yang digunakan pengarang.

Tinggalkan komentar